Conscious Contact

Tangible mind in a quarter.

Category: relationship

(when) enough is never enough

Kamu tau apa itu: “hal-yang-tidak-pernah-ada-cukupnya” ?

 

Bakti anak ke orang tua.

This is For You

Hampir 2 bulan sejak Desember gua mulai bisnis baru dibidang makanan. Nyaris semua keluarga gua yang dari nenek berbisnis makanan. Ibu gua pun berbisnis makanan, dia bikin katering rumahan yang rasanya ajaib bikin nyaman. Selain itu doi juga bikinin keripik-keripikan oleh-oleh khas Bandung. (tsahhh)

Jadi udah ampir 2bulan ini (termasuk 3minggu libur kepotong persiapan kurasi pameran tunggal mogus), bisa dipastikan ampir 2hari sekali dalam seminggu gua ada di dapur. I’m baking ppl! (merasa kewl,haha). *GR*

Sering kali, waktu meracik-racik bahan-bahan kue, gua berimajinasi sebagai penyihir yang lagi bikin ramuan santet. (HAHAHA). Hari berikutnya gua merasa sebagai ilmuan gila yang lagi meracik ramuan buat kloning orang-orang bertubuh manusia tapi berkepala binatang. Hari berikutnya gua merasa sebagai ahli farmasi yang lagi meracik obat untuk penyakit yang belum ada obatnya; Penyakit patah hati. #EAAAAAAAAA

Patah hati bukan selalu kegiatan putus/diputusin pacar. Well, sejauh pengalaman neneng bacinto, hubungan itu ga semudah on or off.

Ngerasa ga penting, dan segala drama sekelebat berubah jadi prasangka buruk.

Kabut prasangka itu bikin mata kita ketutup. Apa yang dia tutupin? Kekurangan pada diri sendiri telah tertutup gorden ilusi. Gorden itu menutup kita dari pemandangan yang lebih besar dari sekedar jendela dan permukaan kaca.

*

And, for you.. thanks for loving me at my worst.

Conventional Lover

Gua termasuk jarang terlihat berdua sama pacar. Kalau pun berdua biasanya sama pacar orang, atau lelaki jomblo atau perempuan jomblo yang sama-sama ga ada kegiatan pacar-memacari. Maklem LDR cuy.

LDR is (fucking) Long Distance Relationship.

Katanya kalau ada cinta, jarak dan waktu bukan masalah. Tapi buat orang yang rada konvensional kayak gua,  intensitas dan kehadiran sangat penting buat saling ngejaga perasaan. Seengaknya biar ga ngerasa gelantungan gitu lahhh. #EAAAAA.

Pernyataan-pernyataan sayang ternyata penting. (silakan ngakak), hahah!! Bukan karena ga percaya atau gak yakin.. Tapi balik lagi, dibalik kecanggihan semua gadet dan teknologi, ternyata kehadiran, masih lebih penting dari sekedar berhubungan lewat gadet seharian.

Yap, gua  (dan pacar) sekonvensional itu.

Lewat tatapan mata, gua masih lebih bisa nangkep makna dibalik serangkaian kalimat yang diketik lewat gadet. Meski gadet-gadet ada yang punya aplikasi yang bisa menangkap aura manusia, ada aplikasi yang bisa ngukur tingkat emosi seseorang, tetep aja ga bisa gantiin sentuhan lembut di pundak atau elus-elus lucuk di kepala.

Apa sentuhan itu canggih? Gak sama sekali.

Memang, sebagai sarana – gadet lebih memudahkan kita buat berhubungan. Tapi demi semua  partikel tubuh, esensi meluangkan waktu, berkorban, dan ketika diri kita fokus hanya buat satu orang  disatu waktu.. itu sangat-sangat magical.

Semoga tetep keinget ke-konvensionalan diri kita yang selama ini hilang dideru percepatan informasi dan teknologi.

For those ppl yang tergantung sama gadet, and feel crazy about it. I’m feel sorry for you.

“Ya aneh aja gua ngeliat orang duduk berdua tapi matanya sibuk natap layar so-called-smart-ass-phone, dan bukan saling natap mata orang disebelahnya.”

*

Lyric by Speck, Conventional Lover

Let me be your conventional lover
Let me show you some conventional love
I don’t mean to boast, I don’t mean to brag (ooh love long and prosper)
But I’m a man whose only issues all come in mylar bags

Let me be your conventional lover
Let me give you my conventional love
I’ll give you my heart, I’ll treat you nice (ooh love long and prosper)
And the games that I play only have twenty-sided dice