Conscious Contact

Tangible mind in a quarter.

Category: re-post notes

Teriakkkk, ada kecoak!

..

dan jika menjadi perempuan berarti harus teriak histeris ketika ada kecoak lewat..
atau;

jika menjadi perempuan berarti harus teriak sangat histeris ketika mati lampu..
dan atau;

jika menjadi perempuan berarti harus teriak teramat sangat histeris ketika angin mengibas dan bermain dengan rambutnya..
dan atau;

jika menjadi perempuan harus teriak-teriak mulu..
gelisah ketika tidak bercermin untuk sekedar beberapa menit saja..
merasa asing ketika harus berjalan seorang diri..

jika menjadi perempuan berarti terus berharap diselamatkan pangeran berkuda putih dan menunggu di balik kastil..
atau ketika;

merasa dunia berputar dan dirinya yang menjadi poros rotasi bumi.

jika menjadi perempuan berarti harus terlihat manis, tak berdaya, dan nampak pirang..
lebih baik aku tak berkelamin.

teman baru kakek saya

Ada sebuah kenyataan yang tidak terbantahkan.
Bahwa kita semua akan menjadi tua dan renta.
Bahwa suatu hari kita akan berkumpul dengan orang-orang yang telah lebih dulu meninggalkan dunia ini.

.. Ah betapa indah jika saat itu tiba. Seolah hanya merasa baru terbangun dari tidur siang – segar..

Saya anak tunggal dari seorang ibu single parent, tinggal dengan kakek saya yang tak lagi sanggup berjalan tegak – bahkan sekarang sama sekali tak sanggup berdiri.

Kakek saya adalah orang yang selama ini saya anggap paling gagah. Kemana-mana ia selalu berjalan kaki, ia memiliki pekerjaan ter-seksi (menurut saya) sebagai tour guide . Waktu kecil saya sering ikut kemana ia memimpin tour. Hingga beranjak remaja, saya sudah mulai jarang ikut kakek.

Tidak jauh-jauh. Sekitaran Indonesia sudah kakek saya jelajahi. Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan – tanyalah ia, maka dengan mata berbinar, kakek akan menceritakan pengalaman indahnya. Dari keseluruhan, hanya pulau Irian saja yang belum pernah Kakek saya kunjungi. Maka suatu hari saya akan ke Irian untuk kakek saya nanti. (amin..)

Kakekku terus saja memimpin tour, hingga beberapa bulan kemarin ia terserang stroke ringan yang ternyata berawal dari penyakit diabetes yang tak terdeteki sebelumnya. Dirawatlah kakek di Rumah Sakit; sebuat tempat yang paling busuk didunia. Setelah mendapat perawatan dan pengobatan maka kakek pun pulang, sekitar 3 bulan beristirahat dan menjalani terapi, kakek hampir sembuh dan sudah berencana ke Madura. (wow-saya malu akan semangat kakek saya ini..) , kakek ingin ke Madura karena ketika ia dirawat, berita-berita di televisi menyiarkan peresmian jembatan Suramadu yang menghubungkan Jawa dan Madura, seolah memanas-manasi kakek untuk datang kesana.

Namun, kenyataan berkata lain, kondisi kakek saya drop, karena obat-obatan yang ia yakini akan mengeluarkan ia dari lingkaran hitam justru malah membawa kakek semakin hitam. Lambung kakek saya malah luka akibat mengkonsumsi obat-obatan itu. Drop se-drop dropnya, kami pun sedih. Kakek terlebih sedih, ia seperti macan yang telah kehilangan taringnya. Seolah ditelanjangi dengan berpuluh-puluh pasang mata kawan-kawannya atau kerabat ketika datang berkunjung yang memandang iba kakek saya. Tak kuat melihatnya sayapun tak pernah menemani tamu.

Kehabisan tenaga, dan kekurangan biaya..
Kami, anggota keluarga pun lelah.. terlebih Ibu saya; yang setiap pagi harus memasak, bekerja, dan merawat kakek karena kami tinggal di atap yang sama.. “Maaf ma, saya harus ke studio, pamerannya sebentar lagi.” , demikian pamit saya setiap hari. Sedih karena tak bisa ikut merawat. Maka jarak antara kami, rasanya semakin jauh saja.

..

Wajah kakek saya akan berubah senyum bila anak-anaknya datang dan berkunjung. 6 bersaudara. Jumlah yang cukup solid dan banyak bila dibandingkan dengan saya yang tidak memiliki saudara. 3 anak lelaki dan 3 anak perempuan. Mungkin akibat budaya dan tradisi bangsa kita, maka hal-hal seperti merawat dan menemani kakek, lebih fasih dilakuan oleh anak-anak perempuannya.

Saya sempat malu dengan 6 bersaudara ini. Ketamakan, kepalsuan, dan rasa ingin menyelamatkan pantat sendiri tak pernah terlewat ketika mereka berdiskusi dan membagi tanggung jawab akan ayahnya. Namun saya percaya, kakek akan menjadi pemersatu kita semua..

dan , sementara hanya ini yang sanggup saya berikan untuk kalian. (untuk para sepupuku, jika kalian membaca ini bilang sayang ya ke kakek.. karena kakek butuh sekali hal-hal kecil seperti ini, dan kalau bisa, tunjukan saja note saya ini ke ibu atau ayah kalian)

bila setiap orang tua yang kaku dan tidak biasa mencurahkan maksud dan isi hatinya, dan bila setiap tua dan renta dapat berbagi, mungkin ini yang akan ia bagi;

“Saat Aku Tua” (dikembangkan dari sebuah flyer yang dbuat oleh yayasan budhist indonesia)

Saat aku tua, aku bukan lagi diriku yang dulu.
Saat aku menumpahkan kuah sayuran dibajuku.
Saat aku menjatuhkan piring atau gelas karena tak sanggup mengangkatnya.
Saat aku tak lagi ingat cara mengikat tali sepatu.
Ingatlah saat-saat aku mengajarimu, membimbingmu untuk melakukannya.

Saat aku dengan pikunku mengulang terus menerus ucapan yang membosankan mu, bersabarlah mendengarku.
Dimasa kecilmu, aku harus mengulang dan mengulang terus sebuah dongeng untuk mengantarmu ribuan kali menuju buaian alam mimpi.

Saat aku membutuhkan bantuan untuk memandikanku, jangan menyalahkan badanku yang tak lagi sanggup berdiri lama.
Ingat masa kecilmu ketika aku memujukmu untuk mandi.

Saat aku kebingungan menghadapi hal-hal baru dan teknologi moderen, jangan menertawaiku dan kesal menjelaskan pada ku.
Renungkanlah bagaimana aku menjawab pertanyaan ‘mengapa’mu.

Saat kedua kakiku terlalu lemah untuk berjalan, ulurkanlah tanganmu yang muda dan kuat untuk memapahku, ingatlah bagaimana ketika aku mengajarimu berjalan.

Saat kita sedang mengobrol dan aku melupakan topik pembicaraan, beri aku sedikit waktu untuk mengingatnya.
Karena hal terpenting bukan topik yang aku bicarakan, melainkan karena kau ada disampingku untuk menemani hari-hari kesepianku.

Aku bahagia.
Saat engkau melihat diriku menua, jangan bersedih. Maklumi aku dan dukung aku seperti aku menghadapimu belajar bagaimana menapaki kehidupan ini.
Aku bahagia.

Aku bahagia dan bangga memiliki keturunan sepertimu.

Saya membaca flyer ini disamping kakek saya yang pada hidungnya terpasang selang untuk mengeluarkan darah akibat lambungnya yang terluka. Ditemani sahabat barunya; sebuah pispot.
Wadah yang menampung air seninya, kegiatan yang membuat lelah anak-anaknya karena harus mengganti sprei dan pakaian kakek saya jika bablas tak tertampung.

dan sekarang, 2 bulan setelahnya;
Saya menulis ini ketika dikamar bawah kakek saya beristirahat ditemani ibu saya. Ketika saya baru sempat menemani kakek setelah mengadakan pameran kemarin bersama teman-teman saya. Pameran yang oleh anakmu saya dibilang buang waktu.

Semoga cepat sembuh ‘kek, salam untuk sahabatmu itu.
Maaf aku tidak banyak hadir sebagai sahabatmu, seperti ketika aku kecil kita keliling nusantara bersama.

Dan kakek sahabat yang paling aku sayang.

sumur – dapur – kasur

Habitat, kodrat, (atau apalah itu) seorang perempuan berkisar antara tiga hal tersebut.
benarkah?

perempuan minta disamakan.
perempuan minta diakui.
perempuan menuntut ini dan itu.

Ketika dihadapkan dengan kenyataan, persaingan, dan ketegasan;
Perempuan menangis, perempuan menutup diri, perempuan lari dan berteriak:
“Beraninya kamu dengan perempuan!!”

Berdalih PMS dibalik ketidak stabilan emosinya.
Sejauh apa persepsi perempuan mengenai perempuan itu sendiri?

aih bagaimana ini?